Aku dan Pengamen

Pengamen, tau pengamen kan? pasti tau. saya tau pengamen, pengemis dan pemulung setelah saya menginjakkan kaki di Jawa. Sewaktu di Mopuya (sulawesi Utara) saya tidak pernah mengenal, melihat ata menjalani 3 profesi tersebut, karena setahu saya disana tidak ada yang punya pekerjaan seperti itu, Dan mungkin sekarang juga masih begitu. kalau sekarang seolah tiada hari tanpa melihat 3 profesi itu jadi kepingin 😛.

Apalagi kalau Naik Bis dari surabaya kearah mana saja, tentunya yang tarif ekonomi (murah mau enak :P) Pengamen naik turun, gonta-ganti gak habis-habis, padahal persedian recah udah gak ada (keliatan pelitnya ya). Selama pengamen itu ramah kita juga gak terlalu risih dibuatnya TAPI kalau sudah modelnya model sok preman (petentang-petenteng) lagu gak jelas, suara fales pilus minta uangnya maksa. Hadeeeew. Saya punya pengalaman pelotot-pelototan sama pengamen.

Ceritanya, pada zaman dahulu kala Ketika didalam Bis ada 2 orang pengamen dengan kriteria yang kurang mengasikkan, nah waktu selesai mereka ritual menyanyi. tiba lah ritual mengelilingkan topi atau bungkus plastik, nah ketika giliran saya (pada waktu itu capek banget) saya gak punya uang kecil, dan saya hanya mengangkat tangan dengan sopan tanda minta maaf dan gak ngasih. biasanya pengamen-pengamen di gituin paham dan lanjut kebangku selanjutnya. la kok ini gak, malah nyenggol-nyenggol saya, saya yang dalam keadaan capek pun merasa sangat terganggu, ditambah lagi dia masang mata melotot. Astagfirlooooh, saya pun refleks melototkan mata dan sedikit keluar kata kasar (saking marahnya) dan dia pun akhirnya dia lanjut ke bangku belakang.

Satu lagi, biasanya pengamen Surabaya sekitar dikasih berapa saja gak masalah bahkan permen, rokok batangan dan HP second pun diterima. nah saya ini peraturan pengamen diseluruh Indonesia. Ternyata saya salah, karena saya temui ada pengamen yang marah saya kasih permen.

Ceritanya begini, pada masa dinasti Cung Ketika saya di suatu daerah (gak usah disebut ya) Ada pengamen di bis, nah saya juga didalam bis itu. setelah nyanyi-nyanyi para pengamen pun meminta hak bunga sosial kata mereka. nah saya dengan senang hati memberi permen sesuai jumlah mereka, lah koooook permennya di lempar kearah saya dan kali ini saya hanya bisa ngelus-ngelus dada (sabar-sabar :P).

pengamen juga manusia, penumpang juga manusia.

Setiap orang ingin dihargai, kata guru saya kalau kamu ingin di hargai, hargailah dulu orang lain. Begitu juga pengamen yang sopan maka dengan senang hati kita mengasih walau yang kita kasih gak seberapa, tapi yang ngamen juga harus pakai etika pengamen yang baik. Yah itulah sedikit cerita saya dan pengamen.. Anda punya cerita?