Tentang Mr. Kalend
Tulisan ini bersumber dari selembar koran (radar kediri) yang sudah usang
yang di tempel di dinding sebuah warung makan dekat MAHESA institute di koran tersebut tertera tulisan tangan yg menunjukkan tanggal terbirkorannya (28-mart 2010).
Mr. Kalend (the pioneer of kampung kursus)
…………………..Siapkan Anak-Anak sebagai Pengganti………………….
Hampir sama dengan yang diajarkan kepada murid-murinya,
Kalend juga menekankan kedisiplinan sebagai kunci kesuksesan kepada anak-anaknya.
Karena itu, sejak dini mereka dididik untuk menghargai waktu.
Mulai dari sholat fardu, bersekolah, hingga melakuakan kegiatan-kegiatan lain.
Semua harus terjadwal dan dipatuhi. “saya sendiri sangat menghargai waktu,” tandasnya.
Kedisiplinan itu pula yang sangat dihargai para santri BEC.
Mereka mengenal betul tentang hal ini. Tidak ada yang berani terlambat.
Apalagi molor. Setia kegiatan yang telah diagendakan harus dipatuhi.
Mereka juga wajib berbahasa inggris dilingkungan BEC.
Namun, justru dari situ mereka cepat menguasai bahasa international tersebut.
Selain mengajarkan kedisiplinan, Kalend mengajarkan anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya.
Dia tidak ingin kerja kerasnya selama ini akan beralih ke tangan orang lain
atau menjadi berhenti setelah dia meninggal kelak
Karena itu, mulai dini Kalend sudah merencanakan ketiga anaknya-
untuk mengajar bahasa inggris seperti dia.
Yang sudah terlihat adalah Muhammad Syamsurrijal, anak pertamanya.
Kini menjadi salah satu pengajar di BEC.
“Anak pertama saya sudah mengajar sedangkan adik-adiknya masih belajar” bebernya.
Agar mau mengikuti jejaknya, Kalend mengaku memang agak memaksa mereka.
Baginya, itu tidak masalah karena diorientasikan untuk kebaikan anak-anaknya sendiri.
“Saya sudah memberikan lahan, tinggal mereka memanfaatkannya,” terangnya.
Memang, bukan tanpa alasan itu dilakukakn.
Kalend berkaca pada perjuangannya dulu saat merintis BEC. Semua dilakukan dari nol.
“Saya saja waktu itu tidak ada lahan mau, jadi tidak ada alasan bagi anak saya untuk tidak mau,” tegas ‘anak rantau’ asal Kutai Kertanegara ini.
Kalend mengaku berlayar ke Pulau Jawa saat berusia 27 tahun.
Tujuannya adalah mondok di Ponpes Gontor, Ponorogo dengan bekal pas-pasan.
Bahkan, seringkali dia harus mencari biaya sendiri untuk mencukupi kebutuhannya.
Ini berjalan hingga dia kelas lima di Kulliyatuk Muallimin Al Islamiyah (KMI).
Setelah itu, dia memutuskan keluar karena kesulitan biaya.
“Uang saya habis,” aku lelaki ya rambutnya sudah memutih ini.
‘Paksaan-paksaan’ itulah yang kini membuahkan hasil.
Meskipun, sebenarnya, dalam hati kecil Kalen juga membebaskan anak-anaknya untuk memilih.
Selepas SMA, mereka langsung melanjudkan belajarnya di BEC.
Khusus untuk memperdalam bahasa inggris.
“Saya ingin mereka menjadi pengganti ketika saya tidak bisa mengajar lagi nanti,” harapnya. (dp/hid)
Tentang Mr. Kalend (Siapkan Anak-Anak sebagai Pengganti)