Beberapa waktu yang lalu saya pernah bercerita kalau saya ingin jatuh cinta lagi π dan ini berhasil membuat seseorang cemburu Eh kok malah curhat π Ketika itu saya mengajukan dua nama penulis ternama Pertama Dee dan kedua Tasaro GK. Ternyata saya parah, karena sama dua penulis besar saja belum suka.. π
Dengan berpedoman satu buku dari setiap penulis saya ingin jatuh cinta pada penulisnya. Karya Dee diwakili oleh Filosofi Kopi dan untuk karya Tasaro GK di wakili oleh Sewindu.
Ya seperti yang saya tuturkan di postingan ingin jatuh cinta, kalau saya ini termasuk susah untuk jatuh cinta pada penulis, tapi kalau sudah jatuh dan cinta. Hmmmm nama itu langsung saya jadikan jaminan, jaminan mutu untuk buku bagus π yang nantinya saya akan menikmati setiap kata dalam karya-karyanya. Dan mencari pembelaan bila terasa karya itu hambar di benak saya. Seperti pernah terjadi pada karya Tere Liye yang berjudul Daun yang Jatuh tak pernah membenci matahari. eh angin maksudnya. Buku yang covernya didominasi oleh warna hijau itu rasanya hambar bagi saya ketika saya menyelesaikannya. Hmmm saya heran, itu karena saya tergesa-gesa membacanya atau bagimana. Maka saya bolak-balik novel itu dan saya bertekat untuk mengkhatamkannya lagi. Dan benar, ketika saya memulai membaca lagi saya seolah dibukakan kepahaman akan semua yang terjadi. saya dibuat terwah-wah. Dan saya merasa saya dapat apa yang ingin disampaikan oleh sang penulis. Hehee lebay ya π
Oke kembali ke pembahasa.
Setelah menyiapkan media untuk jatuh cinta π asli lebay-lebay istilahe saya benar-benar jatuh cinta.
Saya jatuh cinta pada Tasaro GK lewat Sewindunya.
Lah, trus sama Dee ?
Belum. Saya belum menuntaskan Filosofi Kopi, tapi sepertinya saya juga akan jatuh juga pada karya Dee.. Secara nama Dee sudah banyak diacungi jempol.
Untuk kali ini saya akan bercerita tentang saya dan Tasaro saja.
Ketika saya mulai membaca Sewindu. Saya yakin ini adalah buku yang berat. Berat dalam arti sesungguhnya. Buku itu tebal dan kualitas kertasnya bagus menjadikannya novel yang berat π
Kaget ketika tau bahwa Sewindu termasuk buku yang baru diterbitkan. Dan lebih kaget lagi ketika tau bahwa itu bukan sebuah novel, tapi cerita tentang kehidupan Tasaro. Saya takut tidak bisa menikmatinya.
Tapi saya terus membacanya pelan-pelan. Dan ternyata saya salah besar. Kata-kata tasaro sangat mudah dicerna dan berisi (ini bagi saya loh). Dan lewat Sewindu saya langsung mantab dengan Tasaro.
Cerita-cerita, mimpi-mimpi dan kenanga-kenangan Tasaro sangat familiar. I love it.
Jadi ceritanya saya sekarang sedang jatuh cinta.
Dan Alhamdulillah sekarang saya dapat satu lagi karya Tasaro GK, Nibiru. Tapi entah kapan selesai bacanya, novelnya tebal banget.
mau tanya..
apa kalo anda baca novel itu dibaca semua tulisannya, dihayati ; atau dibacanya ada yg lompat” kykmetode skimming gitu?? π
Iya saya baca semuanya… Dan gk pernah lompat-lompat.. Knp Mas ?
Aku belum pernah kelar baca karya kedua penulis itu π
Hmmmmmmm
Monggo dikelarkan Kak… π
Senang sekali berjumpa dengan teman yang senang membaca.. π
Salam kenal.. mampir diblog ku yaa π
Terima kasih π
Siap… π
Untuk baca membaca saya malah belum pernah jatuh cinta
Njenengan waktunya sudah full acara Pak π
Dee ini Dewi Lestari mas? Salam kenal sebelumnya π
http://adesepele.wordpress.com/2013/07/28/menelisik-keindahan-bawah-laut-pulau-bira-kepulauan-seribu/
Iya Pak π
Salam kenal juga π
Iya Pak π
Salam kenal juga π
Aku blm pernah baca Tasaro.. liat covernya agak kurang suka, saya pikir itu cerita macam manga dan sejenisnya..
Kalau yang NIBIRU emang semacam itu Bu. kan emang Fantasi. dan ini Fantasi pertama Indonesia.. Setting di atur sedemikian rupa dengan menggunakan Indonesia sebagai settingnya π
Oh bener dong ya dugaan saya hehehe, gak terlalu suka sih saya kalau fantasi π
Benar banget Bu π
Genre buku memang gak bisa dipaksakan ya Bu π