Antara Aku, Hujan dan Sepatu Bapak. judulnya agak gak enak dibaca ya, kalau “antara aku dan hujan” pasti lebih enak dibaca dan didengar. tapi gak masalah, ini memang menitik beratkan dibagian sepatunya kok. Cerita masa kecil memang tak ada habisnya (ada sih sebenarnya) dan ini adalah salah satu cerita masa kecil saya. sesuai judulnya ini ada sangkut pautnya dengan hujan dan sepatunya bapak. dan sepatu yang dimaksud disini adalah sepatu boot, tau kan? yang biasa dipakai keladang itu loh.
Kisah ini terjadi ketika saya masih kecil dan masih imut-imutnya, hmmmmmm. Selayaknya anak kecil pada umumnya yang suka main dengan teman-temannya saya juga melakukan itu tapi ada dua pantangan ketika saya bermain dengan teman-teman, Satu jangan pulang terlalu sore dan kedua jangan hujan-hujanan. nah hebatnya saya selalu bisa mematuhi untuk menghindari dua pantangan tersebut dan lebih hebatnya lagi saya pernah melanggar dua pantangan itu sekaligus. dan waktu itulah yang akan menjadi initi dari postingan ini,.
Ketika itu, hujan turun dengan lebat dan indah tanpa diselingi dengan petir. dan saya pun tertarik untuk membiarkan air hujan menjamah tubuhku (wah bahasanya kok menjamah2 gini :P). dan saya pun memenuhi keinginan saya dan tanpa disadari waktu cepat berlalu dan sore pun sudah datang dari tadi, tapi karena baju basah saya ingin sedikit mengeringkannya biar gak ketahuan (pikir saya waktu itu). dan sore pun semakin menjadi-jadi akhirnya saya pun pulang dengan basah kuyup dan sangat sore. Pas dua larangan saya langgar dalam satu waktu.
Setibanya di rumah ternyat bapak sedang membereskan saluran air dengan bertelanjang dada (gak pakai baju maksudnya) dan tanpa aba-aba pun mata kami saling bertatapan, asli ini bukan kayak di film-film romantis, yang ada saya pingin pipis dicelana waktu itu juga. beliau pun menghapiri saya dan ternyata beliau mengenakan sepatu boot. ya sepatu boot gak salah. dengan nada yang dilembut-lembutkan beliau tanya “sektas moleh le?” saya hanya bisa diam. pertanyaan kedua pun menyusul “udan-udanan le?” saya hanya menjawabnya dengan diam. dan pertanyan ketiga langsung menyusul “wes sembayang ashar le?” dan pertanyaan ketiga saya baru bisa menjawab, dan jawaban saya adalah “dereng”. bapak langsung tanpa aba-aba langsung menendang paha saya seketika mendengar pernyataan saya belum sholat. dan saya pun langsung memangis (asli sakit banget) nenek pun datang langsung menarik saya kedalam rumahnya dan bapak pun pergi kerumah (nenek tinggal dirumah terpisah) dan saya pun sesegukan nangis diatas ranjang tak berkasur. tak lama kemudian bapak datang lagi, beliau masih mengenakan sepatunya, saya sangat takut, takut ada ronde kedua. Tapi, yang terjadi sungguh membuat hati saya luluh, beliau langsung jongkok di depan saya dan mengeluarkan minyak gosok dan memijit paha saya yang beberapa menit lalu beliau tendang. tangis saya pun berubah arah menjadi tangis haru. beliau menggosok sambil menasehati saya. waktu itu adalah waktu yang gak pernah saya lupakan yang mebungkus cerita indan antara saya, hujan dan bapak.
Kisah yang menyentuh, Mas. Aku juga punya pengalaman yang mirip begitu.
Terima kasih Pak, kalau gak tau persis seperti ini memang agak menakutkan, tapi saya merasa cocok dengan cara didik bapak saya. dan seumur2 ya cuma sekali ini ditendang heee 😛
perhatian orang tua akan ada sampai kapanpun. bahkan ketika anaknya udah dewasa dan mandiri. saya saja sampai sekarang masih sering ditanyain udah shalat apa belum 🙂
Sama Sob, sampai sekarang juga selalu diingatkan…
terimaksih kunjungan dan komentarnya….
Itu sepatu boot juga biasa dipakai blusukan ke hutan…: -)
iya Pak, buat cari rotan juga mantab. hee
ya ampun..
saya jadi haru mas..
dulu saya juga pernah dimarahi masa mom karena belum shalat, lalu dicubit ampai menangis.
Akhirnya mom cuma bilang, kalau shalat itu penting..
nanti bisa main lagi 🙂
Terima kasih Mbak Tina..
memang terkadang diperlukan sedikit kontak fisik dalam mengajar.. 🙂
so sweet..jadi terharu ngebacanya..hummm..sama..papaku juga keras banget didikannya..makanya jadi bandel..tapi seiring wktu udah mulai bisa ngerti sih ^_^
iya Mbak, masak maubandel terus.apakatadunia?
hahaha…iya…kedewasaan itu akan tumbuh seiring waktu kok
Asssiiiik
cerita yg tak akan terlupakan ya Ta
banget Mbak, cerita antara aku dan hujan hehee….
terima kasih Mbak….
tandanya si Bapak sayang sama kamu Mas Cuma..terkadang cara penyampaiannya aja yang beda..hihiii..Love Ayah, so much…:-D
iya Mbak, dan terkadang diperlukan cara seperti ini *menurut saya*
seperti apapun orang tua berlaku pada kita sebenanrya tak lebih dari rasa sayangnya 🙂
setuju Mbak, dan itu untuk kebaikan sang anak….
begitulah orang tua gan, sebagai orang tua saya bisa merasakan penyesalan bapaknya agan ini… tapi pada dasarnya tetap orang tua itu sayang anaknya.. hanya saja kadang emosi tidak terkendali..
Iya A’..
saya paham itu, karena pendidikan gak akan mulus dengan selalu dibelai….
benar gan, sesekali perlu cambuk juga sebagai penyemangat… tapi saya kurang setuju juga kalo sampai ada kekerasan pisik,,,, alhamdulillah semarahnya saya kalo menghukum anak secara pisik di sentil, di pukul atau apa belum pernah gan…. paling membanting apa saja yg saya pegang hehe..
wah, pecah dong A’….
orang tua Insya alloh tau yg terbaik, juga aa’ Yaannn,,,,
untung ga lagi dines hansip yang sepatunya keren buat nendang 😀
kayaknya lebih asik antara aku kau dan bekas pacarku ya…
Untung ya Mas…
Lebih asik lagi antara aku kau dan hutan itu
hahhahahahaha .. cocok bener Ta dgn kang Rawins 😀
heheee..
tapi orgnya gak nyadare Mbak..
hutan yang mana dulu…?
hutan lindung Mas. 😛
ha.ha.ha. saat baca judulnya juga langsung teringat itu mas, antara aku kau dan bekas pacarku 😀
wah kita sehati dong…
wah, main keroyok ini…..